Cisewu - Cisewu memiliki tradisi seni yang cukup unik,
menarik dan bahkan populer. Bahkan tradisi ini 'mendunia' karena tak ditemukan
di daerah-daerah lain di indonesia ataupun di dunia. Tradisi yang dimaksud
adalah seni atraksi 'Gegel Jubleg' yang saat ini kembali ramai karena masih
dilestarikan.
Seni Gegel Jubleg merupakan atraksi multiseni yang
menonjolkan kepiawaian pemain menjadikan alat penumpuk padi tunggal, lesung
atau jubleg yang terbuat dari bahan kayu sebagai topeng, dan topi. Jubleg itu
digigit dalam waktu cukup lama disertai pamirig atau musik pengiring. Ditambahi
seni Reog, angklung, serta kendang pencak untuk menyemarakkannya.
Menggigit jubleg dan memainkannya cukup lama, tak bisa
dilakukan sembarang orang, melainkan mesti yang sudah terlatih dan memiliki
keahlian teknis. Sehingga tak jarang, pementasan seni Gegel Jubleg bercampur
dengan atraksi seni Gesrek atau Debus.
Sayangnya, atraksi seni ini mulai jarang tampil dalam
pementasan hiburan. Sehingga tak heran ketika seni yang dicoba dilestarikan
kelompok seni “Giri Mekar Sewu” itu ditampilkan pada Helaran Gebyar Budaya
Garut lalu cukup mengagetkan dan mengundang antusias penonton. Tak banyak orang
mengetahui adanya kesenian tersebut.
“Untuk memainkan Gegel Jubleg ini memang perlu keahlian
khusus. Tidak gampang mengangkat beban jubleg yang beratnya sampai 25 kilogram.
Apalagi digoyang-goyang sambil berjalan-jalan,” kata penggerak seni tradisi
karuhun Kecamatan Cisewu, Gun Gun Nugraha, belum lama ini.
Awal Mula Lahirnya Seni 'Gegel Jubleg'
Dia menuturkan, seni Gegel Jubleg terlahir secara tak
sengaja. Kesenian ini tak terlepas dari pengalaman hidup seniman perintis
kelompok seni Giri Mekar Sewu, yakni Abah Ukri pada masa sebelum kemerdekaan.
Pada suatu waktu, Bah Ukri pergi ke hutan hendak mengambil
kayu bakar yang disimpannya sementara di sana beberapa hari sebelumnya. Tiba di
sana, dia kaget melihat seekor babi berukuran besar melintasi jalan setapak,
lalu masuk hutan sambil mengangkat dan membawa-bawa sebatang kayu berukuran
cukup besar dengan cara digigitnya.
Peristiwa tersebut menginspirasi Bah Ukri mencoba
menciptakan jenis seni tradisi baru yang atraktif dan fenomenal. Melalui
berbagai percobaan, terciptalah jenis kesenian tradisional baru yang kini
disebut seni Gegel Jubleg.
Gun Gun menyebutkan, terdapat pula cerita lain bila lahirnya
seni Gegel Jubleg tak terlepas dari upaya masyarakat Cisewu untuk
menakut-nakuti penjajah.
“Jubleg saja yang begitu berat dan keras sanggup diangkat
dengan digigit, apalagi kalau yang digigitnya manusia. Penjajah kan jadi
takut,” kata Gun Gun.
Menurutnya, Bah Ukri menciptakan seni Gegel Jubleg dalam
upayanya menggali potensi kesenian di kalangan pemuda ketika masa penjajahan.
Ketika itu Bah Ukri sempat membentuk sebuah kelompok seni tradisi Sunda Panca
Warna. Gabungan multikesenian meliputi seni rengkong, reog, angklung, calung,
debus, dan kuda lumping.
Sayangnya, perkembangan seni Gegel Jubleg timbul tenggelam.
Pernah menapaki masa kejayaan pada 1990-an, namun kemudian lenyap bersamaan
dengan sejumlah jenis seni tradisi Sunda lainnya.
Baru pada 2011-an, seni Gegel Jubleg kembali tampil mewarnai
jagat kesenian tradisional di Garut. Kendati kesempatan pementasannya masih
sangat terbatas dalam event-event tertentu.
Sumber: inilahkoran
----------------------------
Ritual Khusus Sebelum Pertunjukan / Atraksi
Hal senada juga diungkapkan oleh sejarawan Garut Warjita,
menurutnya Tidak sembarang orang bisa menggigit jubleg yang beratnya puluhan
kilogram itu, apalagi yang bisa melakukannya sembari menari seperti apa yang
para pemain Gegel Jubleg lakukan. Hanya orang-orang terlatih yang dapat
melakukannya.
"Itu salah satu ciri khas Garut, salah satu kesenian
tradisional yang ada di Garut. Memang dalam permainannya itu sangat ekstrem.
Bisa menampilkan hal yang di luar nalar," ungkapnya.
Setiap kali akan beraksi, para sesepuh pegiat kesenian
tersebut akan melakukan ritual untuk memberi kekuatan pada para pemain. Para
pemain itu terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa yang sudah terlatih.
"Tidak lepas dari mistis. Tapi para pemain itu
melakukan latihan-latihan," katanya.
Seni ini dipercaya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda
dahulu. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Garut, seni tersebut
awalnya dimainkan untuk menakut-nakuti para penjajah yang masuk ke wilayah
Cisewu.
Dengan memperlihatkan kekuatannya, para penduduk Cisewu kala
itu berharap dapat membuat para penjajah ketakutan dan mengusirnya dari wilayah
mereka.
"Jadi intinya itu memperlihatkan kekuatan dan kekebalan
awalnya. Maka kesenian ini sering dicampur dengan seni ekstrem lainnya seperti
gesrek (kesenain Garut), ucap Warjita.
Sumber: detik.com